Rabu, 08 September 2010

lagu anak

LAGU ANAK.

Waktu berlalu, jaman sudah berubah, anak anak sekarang sudah tak tertarik lagi menyanyikan lagu “Balonku ada lima” atau “Naik naik kepuncak gunung”. Mereka lebih fasih menyanyikan lagunya NIDJI, ST 12, GEISHA atau KERIS PATIH, atau penyanyi solo Afgan,Vidi Aldiano, AgnesMonica dll. Secara teknis lagu lagu Pop tersebut lebih sulit dinyanyikan karena lompatan nadanya (intervalnya) yang rumit, begitu juga pola ritme yang variatif. Tapi tokh, anak anak masa sekarang mampu menyanyikan dengan pitch controle yang tepat, begitu pula pembawaannya rata rata juga bagus. Tengok saja dilomba lomba nyanyi anak di Televisi, mulai tekhnik vocalnya, pembawaannya sampai performancenya rata rata bagus bahkan mendekati sempurna.
Persoalannya sekarang adalah, apa cocok lagu orang dewasa untuk anak-anak?. Saya secara pribadi tak terlalu risau dengan fenomena ini, mengapa ? Karena, Musik itu sesungguhnya adalah bahasa bunyi. Jadi ketika seseorang menyanyi yang dirasakan dan dinikmati adalah keindahan bunyi itu. Contoh kasus : beberapa tahun yang lalu ada lagu berjudul ASEREJE (baca ASEREHE, sepertinya bahasa Spanyol), lagu tersebut enak didengar karena rancak, lincah , gembira dan mudah dicerna. Dari anak TK sampai orang dewasa menikmati lagu tersebut. Padahal tak sesorangpun tahu apa makna syair lagu tersebut,karena lagu tersebut tidak ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa yang umum dipahami oleh orang Indonesia. Dengan kata lain mereka tak hirau apa makna syairnya, tentang cinta kah?, tentang patah hati kah? atau tentang sihirkah? Atau yang lain, yang penting enak dan nikmat. Contoh kasus yang lain : Lagu BENGAWAN SOLO konon sangat disukai oleh masyarakat Jepang. Saya yakin mereka (orang Jepang) tidak paham makna syair lagu tersebut. Jadi apa yang mereka nikmati?. Pasti mereka menikmati keindahan bunyinya, keindahan pola melodinya, atau bahkan keindahan aransemennya. Jadi mereka juga tak hirau lagi arti syairnya. Masih ada satu contoh lagi, seorang anak masih TK dengan dengan relax menyanyikan lagunya UNGU yang berjudul HAMPA HATIKU. Bunyi syairnya begini : Tidakkah kau merasa, hatimu hampa, tidakkah kau merasa, hatimu kosong. Ketika mengucapkan kata KOSONG sianak mengucapkan GOSONG, bukan karena sengaja diplesetkan tapi memang itulah yang didengar. Apa artinya ?. Yang pertama, kalau kata KOSONG diganti GOSONG pasti tidak “nyambung” dengan konteks kalimatnya. Yang kedua, artinya sianak tidak mengerti sekaligus tak memasalahkan apa makna syairnya? “nyambung atau tak nyambung”tidak menjadi soal lagi, yang dia nikmati ya keindahan bunyinya.
Tentu saja pendapat saya yang tak memasalahkan isi syair bisa jadi kontoversial. Pasti banyak yang tidak setuju dan tak sepaham. Sayapun bisa mengerti, tapi kalau kita bicara musik/lagu obyeknya tentu bunyi, jadi dari sana kita mengamati dan menganalisanya. Disisi lain saya juga bisa mengerti bahwa lagu yang bersyair tak sesuai dengan jiwa dan alam pikiran anak, bisa berpotensi tidak baik terhadap anak.
Musik memang bisa dilihat dari dua sisi.Sisi pertama adalah adalah sisi musik (bentuk komposisinya, arransemennya). Sedang sisi yang lain adalah isi syairnya (pesannya seperti apa). Bagi pemusik, keindahan bunyi adalah yang utama. Ludwig von Beethoven (1770 – 1827) komponis kelas dunia ini mencipta ratusan lagu hampir tidak ada yang bersyair.Ketika dia kagum, marah, jatuh cinta, sedih semuanya diekspresikan lewat bunyi, dia pilih tone colour dari instrumen yang bisa mengekspresikan kekagumannya,dia pilih pola melodi yang bisa mengekpresikan kesedihannya, dia pilih accord accord yang bisa mengesankan kemarahannya dll. Pendengar sepenuhnya menikmati keindahan bunyi yang dihadirkan, tanpa memerlukan lagi pesan lewat syair.
Sesungguhnya menikmati lagu tanpa syair jauh lebih asyik ketimbang lagu yang bersyair. Sebagai contoh : Lagu Tanah Airku (lebih terkenal dengan judul Nyiur Hijau) , walau lagu tersebut disajikan dalam bentuk instrumentalia, tapi kalau orang Indonesia mendengarnya, tetap saja mengatakan lagu itu bercerita tentang keindahan alam, tentang burung burung, padi yang menguning, nyiur yang hijau, pokoknya tentang keindahan alam. Kenapa begitu? , karena sejak di Taman Kanak kanak sampai tua kita sudah dibingkai dengan pesan syair tentang keindahan alam.Berbeda dengan orang yang tidak paham bahasa Indonesia, mereka tidak terikat dengan syair karena tidak mengerti, sehingga lebih bebas berimaginasi/ berkhayal tentang apa saja ketika mendengar pola melodi yang lembut dan melodius dari lagu tersebut.
Bagi para pendidik tentu berbeda, pesan syairnya harus sesuai dengan jiwa dan alam pikiran anak,. Kalaupun dibagian musiknya harus diperhatikan maka ambitus (wilayah suara) harus sesuai dengan jangkauan suara anak. Lompatan nada (interval) harus sesuai dengan kemampuan anak. Jadi ? . . . saya mengusulkan dua model ciptaan lagu untuk anak. Yang pertama silahkan pencipta lagu anak ( AT Mahmud, Indra Budi, Djoko Sutrisno) untuk tetap mencipta lagu anak sesungguhnya. Yang kedua para musisi Pop Indonesia, cobalah menggarap lagu lagu anak tersebut dengan sentuhan pop. Sebetulnya sudah ada lagu anak dengan sentuhan pop. Perhatikan lagu pop anak garapan Elfas Secoria semisal Andai Aku Telah Dewasa,Peri Kecilku, Lihatlah Lebih Dekat, lalu Lagu Untuk Mama, atau yang sedang top Kepompong Lagu lagu tersebut pesan syairnya pas untuk anak juga sudah memenuhi syarat sebagai lagu pop. Selain itu, coba perhatikan lagu GARUDA DIDADAKU garapan Netral band. Bukankah lagu itu adalah APUSE (lagu daerah Papua). Dengan sentuhan pop ternyata lagu tersebut bisa menjadi Hit. Atau lagu BENDERA dari Coklat band. Pesannya mampu menbakar semangat bangsa tapi tetap terasa ngepop. Model semacam itulah barangkali yang bisa menjawab kebutuhan musik anak Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar