Minggu, 29 Mei 2011

Taman Bungkul

Taman Bungkul (arek Surabaya menyebutnya Taman mBungkul), lokasinya terletak ditengah tengah kota, sewilayah dengan masjid Al Falah dan rumah dinas Panglima Kodam V Brawijaya. Sederet dengan sekolah sekolah terkenal (Al Falah dan Santa Maria) dan beberapa Bank besar ada juga disekitar itu. Taman Bungkul memang berada dijalan paling bergengsi yaitu jalan Raya Darmo Surabaya. Namun 700 tahun yang lalu, ketika pusat pemerintahan masih diibukota kerajaan Majapahit, wilayah Bungkul tentulah masih hutan belukar, masih banyak binatang buas berkeliaran di kawasan hutan Bungkul tersebut, atau bahkan barangkali masih hutan yang angker.
Adalah Ki Ageng Supo atau Syech Mahmuddin yang memulai “babat alas” membangun sebuah tempat yang kemudian menjadi semacam pertapaan, dinamakan pertapaan mbah Bungkul. Ki Ageng Supo adalah bangsawan Majapahit itulah akhirnya disebut Sunan Bungkul (mbah mBungkul) dan disana pula beliau Sunan Bungkul dimakamkan. Jadi memang sejak awal (700 tahun yang lalu) wilayah Bungkul adalah wilayah religi, tempat para peziarah datang berkunjung atau belajar agama di Bungkul sana. Konon Sunan Ampel pernah berkunjung kesana, bahkan sebuah sumber mengatakan akhirnya sunan Ampel menjadi menantu Sunan Bungkul.
Waktu berganti, jamanpun berubah. Bungkul pada mulanya hutan lebat “Gung liwang liwung, adoh lor adoh kidul” akhirnya menjadi daerah yang ramai, dan masuk menjadi kawasan elite.
Seperti yang diamanatkan Undang Undang, setiap kota harus memiliki ruang terbuka dan hijau, maka diBungkul perlu ada penataan ulang, karena Bungkul dipandang layak sebagai ruang terbuka dan hijau.


Rencana awalnya, penataan ulang dimaksudkan untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Jika ada peziarah kemakam mbah Bungkul datang, para peziarah itu bisa beristirahat dan rekreasi diruang terbuka dan hijau dikawasan Bungkul tersebut. Nah . . . . pengertian “Beristirahat dan rekreasi” inilah kemudian diterjemahkan dengan menghadirikan musik musik keras dan menggelegar yang oleh beberapa tokoh dianggap mengganggu para peziarah. Gayung bersambut, kegelisahan para peziarah direspon oleh komisi D DPRD dengan hearing dan menghasilkan keputusan menghentikan semua musik di Taman Bungkul ( Radar Surabaya, sabtu 19 Maret 2011).
Menghentikan semua musik . . . . . ?. inilah masalahnya. Banyak musik yang baik, yang justru membuat seseorang makin dekat dengan Tuhannya. Tengoklah ketika Bimbo berkolaborasi dengan penyairTaufiq Ismail, yang menghasilkan lagu lagu religius, antara lain : Sajadah panjang, Rindu Rosul, Ada anak bertanya pada bapaknya. pesan syairnya lagu “ada anak bertanya . . . . “ adalah : menceritakan seorang anak yang bertanya pada bapaknya kenapa berlapar lapar puasa, dan apa pula gunanya Tadarus dan tarawih ? sang bapak menjawab, Lapar mengajar rendah hati, Tadarus memahami kitab suci sedang Tarawih mendekatkan diri pada Illahi. Lagu lagu tersebut ditulis oleh Bimbo bersama Taufiq Ismail ditahun 1970-an, namun sampai sekarang masih terus dinyanyikan. Atau lagu Bimbo yang lain, semisal Tuhan, Wudhu. Perhatikan syair lagu Wudhu : Kubaca Ta’awudz dan Basmalah lalu kuucapkan/Kubasuh tangan, kusucikan kedua tanganku/Kubasuh mulutku, kusucikan lidah dan ucapanku/Kubasuh hidungku, kusucikan penciumanku/ Kubasuh mukaku kusucikan wajah dan pengelihatanku/Kubasuh lenganku, kusucikan perbuatanku/Kubasuh rambutku, kusucikan pikiranku/Kubasuh telingaku kusucikan pendengaranku/Kubasuh kakiku, kusucikan langkahku/ Allahu ya robbi, ijinkan aku menghadapmu. Coba dengar pula lagu Qosidah semisal Jilbab Putih, Kota Santri dll, pesannya menyejukkan dan Islami yang jauh dari hingar bingar yang bersifat hura-hura.


Di Surabaya juga banyak grup Samroh/Qosidah bermutu dan berprestasi. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya punya data lengkap nama Grup grup tersebut, karena DisBudPar kota Surabaya beberapa kali menyelenggarakan lomba maupun workshop untuk jenis-jenis musik Islami ini.Selain itu banyak juga dikota Surabaya grup-gup Nasyid (jenis musik Islami masa kini), semisal Fatwa Voice, Revha Voice, Lentera Voice, White Voice dan Alkhafinita (dua terakhir adalah grup Nasyid yang personalnya terdiri dari perempuan semua). Baik lagunya, pesan syairnya, arransemen musiknya maupun tampilan busananya sangat Islami. Rasanya perlu Pemerintah kota melibatkan musisi muslim untuk menseleksi jenis jenis musik maupun grup grup yang layak tampil di Taman Bungkul, sehingga sajiannya dapat dipertanggung jawabkan dari musik maupun pesan syairnya. Jadi jangan semua musik dilarang tampil seperti yang diberitakan di surat kabar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar